Memories
Wid, masihkah kau ingat pertemuan pertama kita?
Jika kau lupa, aku dengan senang hati akan menceritakannya untukmu.
Waktu itu, kita sedang dalam masa-masa kenaikan kelas tingkat akhir di
SMP. Aku dengan nafas terengah-engah memasuki ruang kelas IX C. Menjamahi
seluruh ruangan dengan sekali pandang. Mencari bangku kosong yang mungkin
tersisa untukku. Kau tahu, aku sangat lelah. Berlari dari kelasku sebelumnya ke
sana.
Dan ya, aku melihat satu bangku kosong. Tepat di sampingmu. Dengan hati
lega dan bahagia kuseret kaki lelahku mendekatimu. Menanyakan apakah bangku
kosong itu telah ada pemiliknya. Kau menggeleng. Aku sangat lega karena
akhirnya aku bisa duduk.
Aku baru sadar tentangmu, Wid. Kau, salah satu siswa dari kelas favorit
itu kan?! Kenapa kau malah masuk di kelas ini?
Ya, pergantian kelas tiap tahun terkadang menyebalkan. Memisahkan kita
dengan orang terdekat kita. Teman. Sahabat. Tapi tenanglah, jangan sedih. Aku
yakin di kelas ini kau akan menemukan teman baru yang mungkin saja lebih menyenangkan
dibanding dengan temanmu dulu. Tapi aku tidak janji ya. Hehehe …
Perkenalan itu pun terjadi. Kita saling menjabat tangan dan bercerita
tentang diri kita masing-masing. Tak kusangka ternyata kau memiliki teman dekat
yang sama denganku. Karena dialah kita menjadi akrab dalam waktu yang lumayan
singkat.
Dan masihkah kau ingat saat aku menolak permintaanmu, Wid? Kau meminta
bertukar teman sebangku dan spontan aku menggeleng. Menolak permintaanmu itu.
Lalu kau hanya diam. Tidak marah atau memakiku. Aku justru takut. Serba salah.
Bisa jadi dalam diammu itu kau marah dan benci padaku. Iyakah?
Tapi aku punya alasan kenapa aku menolak permintaanmu itu. Karena kau anak
pintar dan aku ingin duduk sebangku dengan anak pintar agar aku juga kecipratan
kepintaranmu. Alasan yang konyol bukan? Tapi dalam logikaku membenarkannya.
Selain kau, aku menemukan seorang teman lagi. Si Put. Aku sudah
mengenalnya saat di kelas VII dulu. Kami satu kelas dan satu ekstrakuliler.
Kami cukup akrab tapi tidak begitu dekat. Baru di kelas IX aku dekat dengan si
Put dan kau, Wid.
Aku senang bisa mengenal kalian. Kalian adalah sahabat terbaik yang
pernah aku miliki. Kesamaan prinsip membuat kita selalu kompak.
Bertiga, kita rutin mengunjungi perpustakaan sekolah di jam istirahat
sekolah. Tenggelam dengan tumpukan buku. Nah, ini salah satu kesamaan kita.
Yaitu jarang jajan. Hohoho …
Kebersamaan dengan kalian tidak akan mungkin bisa aku lupakan. Terlalu
indah untuk dilupakan. Kayak lagu ya. Biarin ajalah. Hehehe …
Setelah pengumuman kelulusan SMP, kita membuat keputusan besar.
Keputusan untuk mengejar mimpi kita masing-masing yang artinya kita harus
berpisah. Hiks hiks hiks. Padahal rencana awalnya, kita melanjutkan di sekolah
yang sama tapi …
Ok ok tak apa. Kita masih bisa berkumpul juga kan pada akhirnya. Di
teras rumahmu yang rindang setiap minggu atau lebaran tiba. Cukuplah menghapus
rindu di hati ini.
Dan lagi-lagi, jarak membuat kita semakin jauh. Wid, kau memilih
melanjutkan pendidikan ke Kota Lumpia. Aku ikut senang saat tahu kau diterima di salah satu Universitas di kota itu. Semoga
sukses, kawan.
Memandangi potret
kita, sukmaku menjerit. Kehangatan, canda, tawa kita dulu menyesakkan dadaku.
Belajar bersama, berbagi tentang hal-hal baru, aku rindukan itu.
Bersamamu aku bisa
merasakan hangatnya sebuah persahabatan, kau menularkan virus semangatmu
kedalam pembuluh darahku, tanpa pernah terdengar gema keputusasaan disetiap
langkahmu dan kita.
Di bawah langit
itu, kita, bersama melukis masa depan. Namun waktu membuat jarak antara kita.
kini memandangi dunia sendiri. Masih menyimpan harap suatu hari nanti kita
memandang langit bersama. Lagi.
Kudus,
01 November 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar