Kaktus Istimewa
Oleh : Nuril Islam
Matahari bersinar sangat terang sekali pagi ini. Bunga-bunga, kumbang,
kupu-kupu terlihat bahagia namun tidak dengan kaktus. Wajahnya terlihat murung.
Melihat itu bunga mawar mendekati kaktus.
“Kaktus, kenapa kamu murung sekali pagi ini?” tanya bunga mawar
penasaran.
“Mawar, aku sedih. Kenapa aku tidak seperti tanaman yang lain. Tidak
seperti kamu yang mempunyai kelopak bunga yang indah dan semua binatang mau
dekat denganmu sedangkan aku…tidak ada yang mau mendekat padaku, mawar. Mereka
takut tertancap duri-duri yang menutupi tubuhku,” ucap kaktus.
“Jangan berkata begitu kaktus. Aku juga punya duri. Lihatlah, batang
tubuhku penuh dengan duri-duri tajam.” kata mawar menyemangati.
“Tapi mawar, aku tetap berbeda. Aku tidak istimewa sepertimu,” kilah kaktus.
Wajahnya semakin sedih.
“Kamu tahu kaktus kenapa tubuhku penuh dengan duri-duri ini?” tanya
mawar. Membuyarkan lamunan kaktus.
Kaktus menggeleng, “aku tidak tahu mawar.”
“Duri-duri ini melindungiku dari binatang yang ingin merusak kelopak
bungaku,” jawab mawar.
Kaktus mengangguk mengerti. Namun kaktus masih merasa ada yang
mengganjal di hatinya.
“Setiap tanaman pasti memiliki keistimewaan masing-masing begitu pun
denganmu kaktus. Suatu hari nanti kamu pasti akan mengerti apa yang
menjadikanmu istimewa,” jawab mawar lagi.
Mawar pun meninggalkan kaktus sendiri. Kaktus terus memikirkan
perkataan mawar.
“Apa yang istimewa dariku?” pertanyaan itu yang selalu ada di dalam
benaknya.
Hari demi hari pun berganti. Taman bunga itu semakin ramai. Serangga,
bunga-bunga, kupu-kupu saling tertawa bersama. Bernyanyi di bawah langit biru
yang cerah. Hanya kaktus yang tidak ikut menikmatinya. Ia masih murung dan
merasa dirinya itu tidak istimewa.
“Hah, andai aku seperti mereka. Seperti bunga-bunga yang indah itu.
Pasti aku bahagia,” ucap kaktus pada dirinya sendiri. Kaktus menatap kosong
kawan-kawannya dari kejauhan.
Musim panas pun tiba. Udara berubah menjadi panas. Sungai-sungai mulai
kering. Banyak binatang yang kesulitan mendapatkan air. Tanaman dan bunga-bunga
satu persatu mati.
“Mawar, apa yang terjadi padamu? kenapa tubuhmu layu?” tanya kaktus
cemas.
“Kaktus, aku layu karena beberapa hari ini tidak ada air yang menyiram
batang tubuhku,” jawab mawar dengan suara lemah.
“Tapi kenapa aku tidak layu sepertimu mawar? Ah, aku memang tanaman
yang aneh,” jawab kaktus. Merendahkan dirinya sendiri.
“Kamu bukan tanaman yang aneh kaktus. Lapisan lilin pada tubuhmu yang
berfungi untuk menghambat pengeluaran air secara berlebihan membuatmu bisa
hidup lebih lama tanpa air,” jawab mawar.
Kaktus tertegun. Benarkah apa yang dikatakan mawar?
“Aku ingin menolongmu mawar. Tapi aku tidak tahu apa yang harus aku
lakukan.”
“Kamu pasti tahu kaktus. Pikirkanlah.”
Lama kaktus berpikir. Yang dia butuhkan adalah air untuk mawar agar
mawar kembali segar. Dari mana kaktus akan mendapatkan air itu? batin kaktus.
Kaktus ingat. Dia memiliki akar yang panjang untuk mencari air. Ya benar. Tanpa
pikir panjang kaktus menancapkan akar-akarnya ke dalam tanah. Mencari sumber air
untuk mawar, kawannya.
Hingga dua jam kaktus belum menemukan sumber air. Kaktus tidak
menyerah, dia terus mencari. Menancapkan akar-akarnya lebih dalam.
“Ah ketemu,” jawab kaktus riang. Sigap kaktus menghisap air-air itu
dan mengumpulkannya hingga banyak. Kaktus tidak hanya memberikan air itu untuk
mawar tapi juga untuk bunga dan tanaman lain yang hampir mati. Mereka sangat
senang dengan air pemberian kaktus.
“Terima kasih kaktus. Kamu baik sekali,” ucap bunga aster.
Kaktus tersenyum bahagia karena dia bisa menolong mawar dan
bunga-bunga yang
lain. Kini
kaktus sadar bahwa berbeda itu menyenangkan. Dia tidak perlu menjadi bunga atau
tanaman lain untuk menjadi istimewa. Kaktus bersyukur terlahir sebagai tanaman
yang berbeda karena dengan perbedaan itulah kaktus menjadi istimewa.
[*]
Kudus, 17 Agustus 2014
Pesan
: Bersyukur dengan apa yang telah dianugerahkan Tuhan. Setiap makhluk
ciptaan-Nya pasti memiliki kelebihan dan keistimewaan masing-masing dan untuk
menjadi istimewa cukup dengan menjadi diri sendiri.
Halo kak, aku izin bawakan cerita ini di podcast aku yaaa
BalasHapus