Sepucuk Surat Untuk
Cintaku
Oleh : Nuril Islam
Dalam
menjalani sebuah hubungan, rasa saling percaya itu sangatlah penting. Dengan
rasa saling percaya itulah suatu hubungan akan awet, tidak kadaluarsa. Seperti
halnya aku yang percaya sepenuhnya padamu lelakiku. Tidak secuilpun aku
meragukan cintamu kepadaku. Dan aku yakin kau pun sama percayanya padaku. Benar,
kan?
Selamat
pagi cinta. Apa kabarmu hari ini?
apakah semalam kau tidur nyenyak? apakah kau memimpikan aku?
Lagi-lagi,
aku berdialog dengan bayanganmu. Seolah aku sedang bersamamu. Menghabiskan
sarapan di meja makan seperti pagi yang dulu telah kita lewati bersama.
Hari
ini adalah hari ke lima puluh sejak kau pergi ke tanah rantau. Meninggalkan
aku, cintamu di tanah kelahiranmu ini. Kau tahu cinta, setiap malamku terasa sangat menyesakkan. Sulit rasanya
diriku untuk memejamkan mata walau hanya sekejap. Aku mengkhawatirkanmu cinta.
Apakah
kau tidur nyenyak? apakah kau kedinginan? apakah kau baik-baik saja? Aku hanya
bisa menatap kosong langit malam yang bertabur bintang. Kau ingat, dulu kita
sering duduk berdua di teras rumah sederhana kita. Memandangi langit berbintang
bersama. Bercerita tentang keluarga kecil kita. Entah kenapa aku merindukan
saat-saat itu. Saat bersamamu, menyandarkan kepalaku di bahu kekarmu. Yang
kemudian kau memelukku, membuatku merasa sangat nyaman.
Aku
selalu berdo’a agar kau baik-baik saja di sana. Aku akan meminta pada Tuhan
untuk menjagamu dua puluh empat jam nonstop cinta.
Meminta agar Dia menjaga setiap langkahmu yang menjejak di tanah orang. Aku
akan menunggumu kembali cinta.
Percayalah. Aku akan bertahan demi cintaku padamu. Demi mimpi indah kita.
Aku
sempat meragukan kemampuanku sendiri. Aku sempat merasa pesimis dengan keadaan
kita. Apakah aku mampu bertahan? dengan tenang kau menjawab, “ini adalah ujian untuk
kita, sayang. Bertahanlah. Aku akan segera kembali padamu. Aku janji.”
Kalimatmu
itu bagaikan oase di tengah gurun pasir, begitu menyejukkanku. Ya, mungkin kau
benar cinta. Mungkin ini adalah ujian
untuk kita. Ujian untuk menguatkan anugerah rasa yang diizinkan Tuhan hadir di
hati kita.
Baiklah
cinta, aku akan bertahan dan aku
minta bantulah aku agar aku bisa melewati ini semua. Tetaplah menasehatiku
dengan kata-kata bijakmu. Tetaplah rajin menghubungiku agar rasa curiga dan
cemburu tidak mengompori untuk memusuhimu. Aku yakin, bersamamu semua akan
terasa sangat mudah.
Seperti
kata pepatah, semakin tinggi pohon semakin kencang angin yang berhembus. Aku
mendapatkan kabar burung tentangmu cinta.
Kabar yang sejujurnya tidak ingin aku dengar, tidak ingin aku tahu. Tapi rasa
penasaranku jauh lebih besar dibandingkan rasa takutku.
Apakah
kabar itu?
Katanya
kau telah memiliki cinta yang lain di sana. Airmataku seketika tumpah mendengar
kabar itu. Tetesan airmata yang jatuh membawa serta rasa sakit yang hinggap di
hati. Aku tidak bisa berpikir dengan jernih. Aku seolah membenarkan kabar itu.
Toh, tidak ada yang tahu pasti apa yang kau lakukan di sana. Apa yang kau
kerjakan di sana.
Benarkah
cintaku telah berpindah ke lain hati? Perih rasanya aku membayangkan
kemungkinan itu.
Dan untuk
pertama kalinya aku merasa cemburu. Rasa cemburu yang sempurna membakar seluruh
raga dan hatiku. Dan itu semakin terasa perih saat aku tidak bisa menghubungimu
untuk menanyakan kebenaran berita itu. Dua hingga lima kali aku terus
menghubungimu. Tapi yang menjawab bukan kau melainkan operator telpon bersuara
khas itu. Kau ke mana cinta? kenapa
kau tidak menjawab telponku? Tidakkah kau tahu, aku di sini dihinggapi rasa
cemburu level lima belas.
Pagi,
siang dan malam aku resah menanti penjelasanmu. Tapi penjelasan itu tak kunjung
kau berikan dan aku memutuskan untuk berhenti berpikir buruk tentangmu dan
tentang kabar itu. Aku pasrah karena aku merasa lelah curiga padamu. Aku mencoba
mengikhlaskan semuanya pada Tuhan. Biarlah Dia yang menunjukkan jalan padaku cinta.
Saat
menulis surat ini pun, airmataku berlinang karena rasa rinduku padamu cinta. Juga karena kabar terkutuk itu
yang semakin hari semakin mempersempit gerak langkahku. Aku tetap berharap kau akan
menjelaskan dan mengatakan bahwa kabar itu tidak benar. Bahwa kabar itu bohong.
Bahwa kau tetap lelakiku yang dulu, yang selalu mencintaiku. Aku akan menunggu saat
itu.
Lelakiku,
aku akan tetap bertahan di sini dengan segenap cinta yang kupunya dan akan
terus kujaga keutuhannya untukmu.
Dari
aku yang merindumu,
[ *
]
Kudus, 09 Agustus 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar