Kamis, 10 Juli 2014

Cerita Anak : Bola dan Kaca Jendela Pak Tarno

Bola dan Kaca Jendela Pak Tarno

Oleh : Nuril Islam






Bel pulang sekolah telah berbunyi. Siswa dan siswi SD Nusa Bangsa bergegas meninggalkan sekolah mereka begitu pun dengan Roni dan Dwi. Sepanjang jalan mereka asyik bercerita dan merencanakan akan bermain apa nanti sesampainya tiba di rumah.
“Kita main bola saja Ron. Kemarin aku baru dibelikan bola sama Ayahku. Gimana?” kata Dwi memberi usul.
“Baiklah. Kita ketemu di lapangan ya,” jawab Roni.
“Ok!”
Roni dan Dwi pun menuju rumah mereka masing-masing. Setelah berganti pakaian dan makan siang, Roni dan Dwi pergi ke lapangan, tempat mereka janjian bertemu untuk bermain bola.
“Wi, kita cuma main berdua saja nih?” tanya Roni.
“Tenang Ron, aku sudah mengajak teman-teman yang lain kok. Tuh mereka,” Dwi menunjuk segerombolan anak yang mendekati mereka.
Permainan di mulai. Dwi, Roni dan temannya yang lain bermain dengan serunya. Karena saking semangatnya Dwi menendang bola dengan keras dan bola bundar itu pun melesat jauh ke rumah penduduk dan…
Pyaaar…
Terdengar suara benda pecah dari salah satu rumah penduduk. Teman-teman Dwi berlarian menyelamatkan diri. Tinggallah Dwi dan Roni di lapangan.
“Bagaimana ini Ron? Aku takut.” Keringat dingin membasahi tubuh Dwi.
“Kamu sih tendang bolanya terlalu keras.” jawab Roni.
“Ya maaf. Aku tadi terlalu bersemangat. Lalu bagaimana nasib bolaku Ron?”
“Ya mau bagaimana lagi. Kita harus ambil bolamu itu.”
Roni berjalan di ikuti Dwi di belakangnya. Clingak clinguk mencari di mana bola milik Dwi.
“Ron, itu bolaku,” ucap Dwi setengah berbisik. Menunjuk bola miliknya yang di pegang Pak Tarno.
“Siapa yang berani memecahkan kaca jendela rumahku? Awas saja kalau ketemu,” ucap Pak tarno geram.
Dwi dan Roni mengintip di balik pohon besar di sebelah rumah Pak Tarno.
“Bagaimana ini Ron? Pak Tarno pasti marah sama kita.”
“Kita tetap harus menemui Pak Tarno Wi. Semua terjadi karena kesalahan kita dan kita harus bertanggung jawab atas perbuatan yang telah kita lakukan.”
“Iya aku paham, tapi apa kamu tidak lihat? Pak Tarno terlihat marah sekali Ron.”
“Begini saja, kita tunggu sampai amarah Pak Tarno mereda setelah itu kita bicara baik-baik dengan Pak Tarno. Ok?!”
Dwi hanya mengangguk. Kedua matanya menatap lurus bola bundar di tangan Pak Tarno.
Setelah amarah Pak Tarno mereda, Dwi dan Roni menemui Pak Tarno. Mengatakan dengan sejujur-jujurnya.
“Jadi kalian yang memecahkan kaca jendela. Kalian ini selalu saja membuat masalah,” ucap Pak Tarno dengan menahan marah.
“Ma…ma…maafkan kami Pak. Kami benar-benar tidak sengaja. Kami siap menjalankan hukuman dari Bapak,” kata Roni.
Pak Tarno manggut-manggut. Memikirkan hukuman apa yang pantas untuk Roni dan Dwi.
“Baiklah, kalau begitu Bapak minta kalian berdua mencabuti rumput yang di sebelah sana. Setelah selesai temui Bapak,” ucap Pak Tarno. Menunjuk halaman rumahnya yang banyak ditumbuhi rumput liar. Roni dan Dwi mengangguk dan melangkah menuju tempat yang ditunjuk Pak Tarno itu.
Satu jam, dua jam, Roni dan Dwi terus mencabuti rumput yang tumbuh subuh di halaman rumah Pak Tarno. Keringat berucuran dari tubuh mereka. Siang itu sangat terik sekali. Mereka juga merasa sangat haus.
“Ron, aku sudah tidak kuat nih. Panas banget.”
“Sabar Wi, sebentar lagi selesai. Kamu harus kuat.”
Akhirnya, pekerjaan mencabut rumput itu pun selesai. Dengan tubuh lemas dan penuh keringat mereka menemui Pak Tarno.
“Sudah selesai? Bagus bagus,” kata Pak Tarno sambil mengamati halaman rumahnya yang rapi.
“Kalau begitu kami pamit pulang dulu Pak. Permisi.” kata Roni. Beranjak meninggalkan rumah Pak Tarno.
“Eh, tunggu dulu. Kalian melupakan sesuatu.” ucap Pak Tarno lagi.
Langkah Roni dan Dwi terhenti. Menoleh kepada Pak Tarno.
“Kalian melupakan ini,” Pak Tarno mengangkat tinggi-tinggi bola milik Dwi. “Nah, ini Bapak kembalikan.
“Dan ini untuk kalian berdua,” lanjut Pak Tarno, menyerahkan dua gelas berisi es campur yang sangat nikmat.
“Wah, terima kasih Pak.” Roni dan Dwi berkata berbarengan. Wajah mereka berubah ceria. Dengan lahap Roni dan Dwi menghabiskan es campur pemberian Pak Tarno itu.
“Pak Tarno, kenapa Bapak memberi kami ini, sedangkan tadi Bapak sangat marah pada kami,” ucap Roni, gelas miliknya sudah kosong.
“Awalnya Bapak memang marah pada kalian, tapi kemudian Bapak senang karena kalian berani mengakui kesalahan kalian dan mau menerima hukuman dari Bapak. Anggap saja itu sebagai ucapan terima kasih dari Bapak karena kalian sudah merapikan halaman rumah Bapak.”
“Sekali lagi kami berterima kasih pada Bapak dan meminta maaf atas kejadian tadi.”
“Iya Bapak sudah memaafkan kalian. Tapi ingat, hati-hati mainnya jangan sampai kena kaca jendela lagi, kalau tidak nanti Bapak hukum lagi. Mengerti?”
“Ya Pak, kami mengerti.” Roni dan Dwi mengangguk bersamaan.
[*]
Kudus, 09 Juli 2014

Hikmah : Dari cerita di atas, kita mendapatkan pelajaran bahwa kita harus mengatakan sesuatu dengan jujur tanpa ditutup-tutupi. Selain itu kita belajar menjadi orang yang bertanggung jawab. Seperti Roni dan Dwi yang mau bertanggung jawab atas perbuatan mereka yang telah memecahkan kaca jendela Pak Tarno dan mau menjalankan hukuman yang diberikan oleh Pak Tarno.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar