Lelaki Masa Lalu
Kuakui, dulu aku mengagumimu. Dan
tanpa aku sadari rasa kagum itu tersimpan apik di sudut hatiku hingga detik
ini.
Sikapmu, perilakumu, wajahmu,
semua tentangmu, aku suka. Rasa kagum itu bahkan sudah ada ketika aku masih
mengenakan seragam putih merah. Anak kecil ingusan yang belum tahu arti rasa
kagum.
Aku hanya suka melihatmu. Bertemu
denganmu. Itu saja.
Kau tahu, dulu ketika aku akan
berangkat sekolah. Aku selalu mencari kesempatan agar aku bisa berangkat bersamamu.
Walau hanya menjadi bayangan ataupun ekor bagimu. Entah kau sadari atau tidak
kehadiranku saat itu. Tidak apa. Aku tetap merasa senang. Terkadang aku
tersenyum sendiri jika mengingat kejadian itu.
Mereka bilang, perasaan itu
adalah cinta monyet. Iya monyet. Kau tahu kan. Binatang penyuka pisang itu.
Yang suka berpindah-pindah tempat sesuka hatinya. Kurang lebih seperti itulah
pengertian cinta monyet. Penjelasan itu dituturkan salah seorang guru ketika
aku duduk di bangku SMP dulu.
Jika benar rasa ini cinta monyet,
kenapa aku tidak berpindah seperti itu? Seperti monyet yang berpindah dari satu
pohon ke pohon yang lain. Perasaanku tidak berpindah kepada orang lain. Aku
bahkan semakin mengagumimu saat di SMP tingkat dua dulu.
Berarti memang rasa ini bukan
cinta monyet kan?! Aku tidak pernah mengganti nama dan wajahmu di hatiku. Kau
tetap yang nomor satu. The Only One.
Setelah lulus SMP, aku disibukkan
dengan tugas-tugas dan pekerjaan sekolah lainnya. Itu sangat membuatku letih.
Hingga perlahan aku lupa padamu. Bukan aku tidak lagi kagum, tapi kesibukan ini
menyita seluruh waktu dan pikiranku. Aku tidak bisa lagi berkhayal tentangmu.
Sampai tanpa kusadari nama dan wajahmu perlahan terhapus di hatiku.
Dan sekarang, waktu berbaik hati
mempertemukan kita lagi. Setelah bertahun lamanya kita terpisah dan tidak
pernah bertatap muka.
Kau yang dulu kukagumi sekarang
telah tumbuh menjadi lelaki dewasa yang tetap
mengagumkan di mataku. Tapi aku
sempat kecewa karena aku jarang atau mungkin tidak
pernah lagi melihat senyummu.
Kenapa? Padahal dulu, kau begitu lepas tersenyum bahkan tertawa.
Wajah itu seakan mengukung
senyummu. Apakah kau bahagia dengan itu? Jika iya, aku akan ikut bahagia. Tapi
aku … Ah, sudahlah. Aku bahkan tidak bisa mengartikan tatapan matamu yang beberapa
kali kudapati mengekor langkahku.
Kenapa kau berubah? Aku lebih
senang dengan dirimu yang dulu. Yang lugu, baik, sopan, pintar dan rupawan.
Secara fisik, kau masih sama.
Tapi secara feeling, aku merasa kau
berubah. Aku tidak tahu dan mungkin tidak punya hak untuk tahu. Siapalah aku
bagimu.
Mungkin bagi kebanyakan orang aku
munafik, mengatakan aku tidak mengharapkanmu. Tapi, memang itu yang selalu aku
katakan. Kau adalah lelaki di masa laluku dan tidak pernah kuberharap kau akan
jadi masa depanku. Kupasrahkan semua pada Tuhan. Karena Dia yang lebih tahu.
Mana yang baik untukku. Untuk kehidupanku dan untuk kita berdua.
Mungkin bersamamu itu membuatku
bahagia. Tapi jika Tuhan berkata itu tidak baik, ya akan berakhir dengan
sendirinya. Pun sebaliknya.
Jodoh itu urusan Tuhan. Aku hanya
bisa berusaha dengan cara yang dibenarkan oleh Tuhan dengan memperindah diriku
agar Tuhan menjodohkan aku dengan seseorang yang indah pula. Entah orang itu
kau atau yang lain.
Biarlah kini kita jalani
kehidupan kita masing-masing. Aku dengan duniaku dan kau dengan kehidupanmu.
Terima kasih karena kau bersedia mampir di lamunanku malam ini.
Selamat malam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar